Selain menghadapi kehadiran pandemi Covid-19 ini, nampaknya negara Indonesia juga harus siap siaga terhadap banyaknya dampak. Salah satunya adalah bencana Hidrologi. Pulau Jawa terancam Hidrologi selama pandemi ini akan terus berlangsung. Apa itu bencana Hidrologi? Merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam menyebutkan bencana alam yang dipengaruhi secara langsung oleh siklus hidrologi atau yang lebih dikenal sebagai siklus daur air. Mengapa bisa pulau Jawa saja yang rentan terkena bencana hidrologi ini? Pasalnya, banjir dan bencana tanah longsor yang termasuk kedalam kelompok bencana hidrologi ini rutin sekali menerpa negara Indonesia, terlebih jika tanah air berada di musim penghujan.
Baru memasuki awal musim hujan di tahun 2020 – 2021 ini saja, sejumlah daerah yang berada di Indonesia telah dilanda bencana banjir. Apabila diurutkan dari awal tahun, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mencatat, bahwasanya telah terjadi 1,4 ribu bencana hidrologi yang didominasikan pada tanah longsor dengan sebanyak 829 kejadian dan 616 bencana banjir. Bencana hidrologi memang telah dikelompokkan menjadi salah satu bencana alam yang paling sering melanda negara Indonesia. Dilansir dari sumber Tirto.id, rupanya sejak tahun 2010, bencana hidrologi telah mencakup banjir, tanah longsor, gelombang pasang dan abrasi, serta mendominasikan daftar kejadian di BNPB.
Hingga lebih dari 50 persen kejadian, bencana tahunan di Indonesia adalah bencana hidrologi. Jumlah kejadian kelompok bencana ini pun terus menerus mengalami peningkatan. Dari awal 1,5 ribu kejadian di tahun 2010, kemudian meningkat menjadi 2,7 ribu di tahun lalu. Apabila diperingatkan menurut jumlah kejadian di Indonesia, bencana hidrologi ini akan keluar sebagai juara tahunan, kecuali di tahun 2019. Di tahun tersebut, jumlah kejadian bencana hidrologi telah dikalahkan oleh sebuah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan 3,3 ribu kejadian.
Jumlah korban terdampak akibat bencana hidrologi di Indonesia juga tidak kalah mencengangkan. BNPB telah mencatat, bahwasanya akumulasi jumlah korban yang telah terdampak dan mengungsi karena sebuah bencana hidrologi sepanjang 2019 telah mencapai 1,51 juta jiwa, 1.551 diantaranya telah mengalami luka – luka dan 620 jiwa telah dilaporkan meninggal dan hilang. Diantara ketiga bencana alam dalam sebuah kelompok hidrologi, banjir menjadi salah satu bencana alam yang paling berdampak di kehidupan masyarakat. Banjir sangat mampu merendam seluruh pemukiman penduduk dengan kedalaman yang telah bervariasi hingga menyebabkan penduduk yang terkena dampak bencana akan tersebut harus mengungsi.
Pada tahun tersebut, jumlah korban yang terkena dampak dan mengungsi karena banjir telah mencapai angka 1.508.825 jiwa. Sementara pada tahun tersebut, bencana hidrologi telah menyebabkan sebanyak 628 ribu jiwa terdampak dan harus mengungsi, sementara 68 orang lainnya telah meninggal dunia. Polanya pun serupa, banjir masih menjadi aktor utama dalam sebuah kelompok bencana ini dengan total 627 ribu korban. Jumlah korban yang terdampak dan mengungsi ini lah yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintahan Indonesia selama masa pandemi Covid-19 masih terus berlangsung.
Mengapa demikian? Lantaran sebuah resiko bencana hidrologi yang tertinggi telah ditemukan di Pulau Jawa yang telah menjadi penyebaran virus Corona di Indonesia. Data BNPB mencatatkan, bahwasanya Pulau Jawa telah dilanda 1.142 bencana hidrologi selama bulan Januari hingga awal bulan Oktober 2020. Diantara dari 6 provinsi yang berada di Pulau Jawa, Jawa Tengah lah yang paling berisiko terjadinya bencana hidrologi dengan jumlah 762 kasus. Kemudian, disusul oleh provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur yang masing – masing telah diterpa 319 dan 54 kejadian bencana hidrologi dari tahun 2010 hingga awal tahun 2020.
Sementara untuk jumlah kasus mengenai pandemi Covid – 19 ini, di pulau tersebut masih mencapai 182.619 kasus atau sekitar 59 persen dari ketotalan Cobid – 19 di Indonesia. Pulau Jawa terancam hidrologi pun masih menjadi kewaspadaan bagi seluruh masyarakat Indonesia dikarenakan bencana tidak tahu kapan akan terjadinya. Jawa Tengah pun harus lebih was – was, pasalnya menjadi sebuah kejadian banjir dan longsor sepanjang tahun ini telah marak terjadi di Kudus dan Semarang yang merupakan telah menjadi pusat penyebaran virus Corona di provinsi tersebut.
BMKG juga memprediksi bahwa sebagian besar Jawa Tengah berisiko untuk diterpa banjir selama di bulan November. Di provinsi tetangga, yakni provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, bencana hidrologi tak terkonsentrasi di beberapa daerah yang harus menjadi episentrum Covid – 19. Namun, pemerintahan setempat tetap harus mewaspadai adanya potensi banjir di kedua provinsi. Mengingat kejadian bencana hidrologi di DKI Jakarta ini memang tidak sebanyak provinsi lainnya yang ada di Pulau Jawa.
Namun, jelas saja Jakarta harus diwaspadai dengan statusnya langganan banjir dan episentrum Covid – 19 nasional. Sebanyak 7 kelurahan dari total 82 daerah yang rawan banjir di Jakarta, tentunya masih berstatus zona merah Covid – 19. Ketujuh kelurahan tersebut, adalah Petamburan, Kebon Baru, Bukit Duri, Kalibata, Rajawali, dan Pademangan. BNPB pun telah memprediksi bahwasanya Pulau Jawa terancam hidrologi besar akan risiko terjadinya banjir dan longsor yang terus menerus dialami setiap tahunnya.