Terasa begitu berat untuk Donald Trump jika dirinya mengakui Joe Biden sebagai presiden terpilih Amerika Serikat. Dua minggu berlalu setelah dilakukannya pencoblosan, Trump pun masih ngotot bahwa dirinya hingga saat ini telah keluar sebagai pemenang dari Pemilu AS. Ia juga terus menuduh bahwasanya dalam hal ini tetap ada kecurangan di balik kemenangan Joe Biden menjadi presiden terpilihnya. Namun dalam hal ini Trump justru menjadi pelopor pada aksi kerusuhan AS dimana hal ini terjadi di Gedung Kongres.
Selain melempar tuduhan yang tidak berdasar, kemudian Trump juga telah melancarkan serangkaian gugatan yang terjadi pada sejumlah negara bagian, yang tampaknya hal ini akan tetap tidak berhasil jika menggiring kemenangan pada sisinya. Suasana semakin keruh dengan datangnya ribuan massa pendukung Trump yang membanjiri Washington DC pada tanggal 14 November lalu untuk menolak hasil pemilu yang pada tanggal (06/1) ini akan di sahkan oleh Parlemen Amerika Serikat.
Yang membuat situasi politik di Amerika semakin memprihatinkan oleh adanya aksi kerusuhan AS ini, para jajaran tinggi Partai Republikan ikut mengakui bahwasanya kekalahan Trump dan menyangkal kemenangan Biden. Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyebutkan yang telah kami lansir dari Tirto.id “transisi mulus untuk pemerintahan periode kedua Trump”. Pembelaan terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump disuarakan juga oleh salah seorang politisi senior sekaligus kepala Senat mayoritas, Mitch McConnell, yang memberikan penegasan bahwa Trump berhak untuk mengusut berbagai tuduhan kecurangan.
Hal inilah yang nantinya akan mengkhawatirkan pihak yang lainnya dimana hal ini juga akan ditunjukkan oleh sikap Emily W. Murphy, birokrat pilihan Trump di General Services Administration (GSA). GSA merupakan sebuah lembaga negara penyedia kebutuhan logistik serta layanan administrasi untuk seluruh badan federal dan departemen pemerintahan di Amerika Serikat. Satu minggu lebih telah berlalu semenjak Biden mengumumkan 500 anggota tim transisinya.
Akan tetapi di sisi lain Murphy masih belum bisa menandatangani surat pengesahan yang dapat memberikan lampu hijau kepada pemerintahan transisi Biden-Harris supaya resmi bergerak. Sesuai dengan Undang-Undang Transisi, GSA mestinya bisa mulai melayani tim transisi satu hari setelah pemilu. Tahun ini bisa dikatakan sebagai Pemilu yang paling berbeda dari biasanya. Sebab, dibutuhkan beberapa hari sampai perhitungan suara tuntas secara pasti.
Dalam waktu yang bersamaan, GSA juga merujuk kasus pilpres 2000. Pengumuman kemenangan George W. Bush harus tertunda hingga pada bulan Desember 2000 karena terdapat selisih 500-an suara di satu negara bagian, Florida, yang dipersengketakan oleh mereka. Akan tetapi demikian, perbandingan dengan adanya kasus pilpres 2000 kurang relevan untuk isu pemilu kali ini, sebab Biden mengungguli Trump hingga ribuan suara di tiap-tiap negara bagian yang dimenangkannya.
Di Georgia contohnya, perhitungan ulang dilakukan terlepas Biden unggul 14.000 suara dari Donald Trump. Padahal, kalau seandainya pun Joe Biden kalah di Georgia, dirinya tetap unggul dengan 290 perolehan suara elektoral yang dihasilkan olehnya. Pengakuan secara resmi dari GSA diperlukan untuk mencairkan anggaran hingga sebesar USD 6,3 juta demi mendanai kebutuhan transisi untuk pemerintahan. Dengan izin GSA, kebutuhan logistik tim transisi, seperti komputer, ruang kantor, dan layanan administrasi teknologi informasi dan komunikasi dapat secara langsung terpenuhi.
Tanpa adanya, tim transisi tidak akan mendapatkan persiapan yang cukup baik sebelum bekerja dengan penuh pada awal tahun depan. Joe Biden bahkan belum bisa untuk mengakses jaringan telekomunikasi aman dan rahasia yang disediakan oleh Departemen Luar Negeri. Padahal, jaringan tersebut untuk diperlukan oleh presiden terpilih Joe Biden untuk menerima ucapan selamat dari para pemimpin dunia. Pada akhirnya, sejumlah pesan yang ditujukan kepada Biden justru malah tertahan di kantor Deplu.
Terlepas dari hal tersebut, Joe Biden tetap berkomunikasi, contohnya dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan PM Kanada Justin Trudeau, tanpa sokongan logistik serta juga sebuah layanan terjemahan yang resmi dari pusat komunikasi Deplu. Yang paling penting yakni, legalitas dari GSA dapat untuk menjembatani tim pemerintahan baru dan lama untuk belajar tentang riwayat administrasi yang sebelumnya. Tim transisi ini nantinya dapat memperoleh briefing atau arahan melalui koordinasi langsung dengan staf di kantor-kantor pemerintah Amerika Serikat, termasuk juga pada akses terhadap beberapa dokumen intelijen serta juga rahasia yang perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam implementasi kebijakan yang dilakukan oleh administrasi Biden-Harris awal tahun depan.