Hari ini, tepat 9 tahun lalu atau tepatnya pada 26 November 2011, tragedi jembatan Kartanegara telah menjadi pembahasan dan pemberitaan trending di seluruh media. Pasalnya, jembatan besar yang berada di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tersebut runtuh tiba – tiba dan telah memakan banyak korban jiwa yang sedang melintasi jembatan tersebut ke suatu tujuan. Telah kami lansir langsung dari sumber Harian Kompas, pada 26 November 2011, sekitar pukul 16.15 WITA, jembatan besar tersebut runtuh begitu saja dan memakan banyak korban jiwa.
Laporan yang telah kami ringkas hingga Minggu, 27 November 2011, terdapat 5 korban jiwa yang tewas karena terkena reruntuhan jembatan tersebut, 33 orang hilang tanpa jejak, dan 40 orang mengalami luka ringan maupun luka berat. Pencarian pun terus dilakukan oleh Basarnas dengan tujuan orang yang hilang dapat ditemukan dan disemayamkan. Sumber Harian Kompas, pada 12 Desember 2011, telah mencatat bahwa jumlah korban yang tewas atas terjadinya tragedi tersebut, adalah 23 orang dan 13 orang masih dinyatakan hilang.
Tersangka yang dikaitkan dengan runtuhnya jembatan Kartanegara tidak kunjung ditetapkan dan dikenakan hukuman. Namun, awalnya kejadian tersebut dianggap hanyalah kelalaian semata saja. “Yang jelas, ada suatu unsur berupa kelalaian sampai memakan korban. Tinggal tindak lanjut dari kelalaian itu apa sampai ada korban,” ujar Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, yakni Inspektur Jenderal Bambang Widaryatmo, yang telah berada di lokasi kejadian, pada 28 November 2011 silam. Lantas, fakta apa saja yang mengaitkan tragedi runtuhnya jembatan Kartanegara? Berikut adalah ulasan lengkapnya:
Biaya Pembangunan Jembatan Mencapai Rp 150 Miliar
Jembatan Kartanegara, merupakan jembatan yang membentang antara dua daratan yang terpisah oleh sungai besar. Jembatan tersebut memiliki panjang 710 meter melewati sungai Mahakam. Ketika jembatan tersebut ambruk, rupanya jembatan Kartanegara masih berumur 10 tahun. “Usia semestinya ya mencapai 25 tahun,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Kartanegara, yakni Didi Ramyadi. Namun, saat dirinya diberi banyak pertanyaan oleh para reporter, Didi telah menolak bahwasanya ia enggan memberikan komentar lebih mengenai runtuhnya jembatan Kartanegara yang telah memakan banyak korban jiwa.
Jembatan Kartanegara yang telah dibangun tersebut ternyata telah memakan biaya hingga Rp 150 Miliar, dan diresmikan langsung oleh pemerintahan pada tahun 2001. Kontraktor pembangunan yang bekerja sama dalam membuat jembatan tersebut, adalah PT Hutama Karya, bersama konsultan perencanaan Perentjana Djaja. Jembatan gantung ini telah digagas oleh Bupati AM Sulaiman dan telah diselesaikan sewaktu masa jabatan Bupati M Syaukani masih aktif.
Salah satu korban yang selamat atas tragedi runtuhnya jembatan tersebut, ialah Jamaludin (40), menjelaskan bahwa lalu lintas di jembatan Kartanegara sedang berada dalam kondisi yang macet, karena dibuat satu jalur secara bergantian ketika sedang dilakukan perbaikan jalan. Menurut Jamaludin, sebelum jembatan runtuh, rupanya kabel penahan jembatan sempat goyang dan diikuti oleh suara yang bergemuruh sebagai tanda akan runtuhnya jembatan tersebut.
“Setelah itu, jembatan langsung ambruk. Kejadiannya sangat cepat sekali. Saya tidak sempat berbuat apapun,” tutur Jamaludin yang diikuti terjatuh ke sungai bersama sepeda motornya. Dari keterangan yang diberikan oleh Jamaludin, bahwa tercatat 2 bus, 2 truk, 4 mobil, hingga 10 sepeda motor ikut tercebur kedalam sungai ketika jembatan tersebut runtuh. Bahkan, Basarnas telah mengerahkan 31 penyelam ahli, juga bantuan enam alat berat, untuk mengangkat sisa-sisa reruntuhan badan jembatan yang beratnya mencapai 1.620 ton.
Evakuasi Korban Mengalami Kendala Karena Arus Sungai
Telah kami lansir langsung dari sumber Kompas.com, 30 November 2011, pemerintahan telah menggunakan penyelam ahli maupun penyelam tradisional dengan tujuan mencari para korban yang belum sempat ditemukan. Sungai Mahakam yang memiliki air keruh, sehingga jarak pandang pun 0 adalah kendala besar yang dialami oleh para penyelam. Bukan hanya warna air yang keruh saja, lantaran kecepatan arusnya pun telah membuat para penyelam mengalami kendala yang amat sulit.
Bahkan, arus Sungai Mahakam telah mencapai 2 – 9 knot, dimana 2 knot saja sudah menyebabkan orang terseret arus. Pusaran air di beberapa titik memang lah tidak terlalu membahayakan, namun jika ada batang kayu, botol, atau logam yang masuk kedalam pusaran tersebut, tentu akan menyebabkan permasalahan serius. Barang – barang yang masuk pun telah merusak alat dari para penyelam. Ditambah lagi kedalaman sungai 50 meter disertai tekanan air yang semakin kuat, lengkaplah sudah hal membahayakan dari sungai ini jika penyelam yang dikerahkan bukanlah penyelam professional.
Analisis Terjadinya Jembatan Kartanegara Roboh
Juga terjadi pada peregangan pilar jembatan hingga 18 cm, sedangkan di tahun 2001 hanyalah mencapai 8 – 10 cm saja. konsultan ahli beton dan konstruksi jembatan, yakni Wiratman Wangsadinata, telah mengatakan bahwasanya runtuhnya jembatan Kartanegara terjadi lantaran kegagalan pada suatu kabel penggantung dan klem penjepit yang kurang kuat. Analisis ini dilakukan berdasarkan sisa – sisa konstruksi pada bangunan jembatan yang tersisa.
Dari pengamatan para ahli dilapangan, tragedi jembatan Kartanegara runtuh, lantaran konstruksinya yang ditopang oleh tiang tinggi jembatan atau pylon, pondasi tiang pancang, serta kabel utama masihkah bertahan, sedangkan semua kabel penggantung serta klem nya putus, yang berarti kabel penggantung dan klem lah yang mengalami permasalahan.