Sejak awal kehadiran Corona, berbagai ahli dari seluruh dunia terus melakukan penelitian demi membuktikan keefektifan mengenai suatu dampak atau hal terkait wabah tersebut. Saat ini, para ilmuwan telah menemukan sebuah studi baru Corona. Dimana studi tersebut menguak bahwasanya virus Corona dapat merusak sistem pembuluh darah di bagian otak. Dilansir dari sumber Kompas.com, para ilmuwan menemukan sebuah respons peradangan tubuh di bagian otak, sehingga post-mortem pasien aktif Covid-19 mengalami kerusakan sedikit demi.
Suatu penelitian dari New England Journal of Medicine, telah menunjukan bahwa virus Corona membuat kerusakan di bagian otak tidak secara langsung, melainkan membutuhkan waktu lebih. Dilansir dari Medical News Today, studi yang telah dilakukan oleh para peneliti dari National Institute of Neurological Disorders and Stroke, yang terletak di Bethesda dan Institusi lainnya di negara Amerika Serikat. Para ahli telah meneliti sampel jaringan otak post-mortem dari 16 pasien yang telah dinyatakan terjangkit Corona di wilayah New York, serta tiga pasien lainnya dari wilayah Lowa City.
Para pasien tersebut bukan hanya aktif terjangkit Corona saja, melainkan telah meninggal dunia akibat virus Corona dan kondisi yang terus memburuk. Adapun usia sampel untuk diteliti adalah 5-73 tahun, pasien rata-rata memiliki riwayat penyakit obesitas, penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi. Para peneliti juga telah menggunakan gambar MRI, sehingga akan signifikan dalam mendeteksi suatu kelainan di organ otak, termasuk bagian olfactory bulb, ialah area pada tubuh yang telah terlibat dalam indera penciuman. Mengingat kehilangan indera penciuman adalah salah satu gejala Covid-19.
Wilayah lain yang diperiksa dan diteliti, adalah batang otak. Batang otak memiliki fungsi untuk mengatur kebiasaan tidur dan makan, serta akan mengontrol detak jantung dan laju pernafasan. Bukan hanya itu saja, para peneliti juga telah menggunakan metode pewarnaan, biasa disebut sebagai imunohistokimia. Metode pewarnaan imunohistokimia memberikan visualisasi protein pada bagian jaringan dan sel otak.
Studi Baru Corona dan Hasil Penelitian
Dari 19 sampel jaringan otak yang telah diteliti, 13 diantaranya telah dicitrakan, dan 10 lainnya telah menunjukkan bahwa bagian otaknya mengalami anomali. Sementara itu, analisis lebih menunjukkan adanya kerusakan dan ketidakstabilan di bagian pembuluh darah. Pada 9 pasien, terdapat kondisi lesi, dimana kondisi tersebut menunjukkan cedera cukup parah di bagian pembuluh otak yang bocor. Bukan hanya itu saja, terdapat pula adanya tanda-tanya mengenai darah bocor dan fibrinogen di otak para pasien.
Para penulis telah mengatakan, bahwa ini akan menjadi bukti peradangan yang muncul dan disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif dalam melawan infeksi akibat terjangkit Covid-19. Sedangkan untuk 10 pasien lainnya, gambar MRI yang dipergunakan untuk meneliti, memperlihatkan kondisi hipointensitas yang cocok pada pembuluh darah tersumbat, dan akumulasi fibrinogen di sekitar wilayah tersebut. “Hasil kami telah menunjukkan bahwasanya ini kemungkinan disebabkan oleh suatu respons mengenai peradangan tubuh terhadap virus didalam tubuh,” kata Direktur Klinis NINDS di National Institutes of Health, dan penulis senior studi, yakni Dr Avindra Nath.
Bukan hanya itu saja, para peneliti juga telah menemukan sel-sel kekebalan tubuh pada pasien yang telah dijadikan sampel, khususnya bagian sel T, ada di sekitar otak, yang selanjutnya telah mendukung bahwasanya Corona menjadi penyebab mengenai peradangan di bagian otak. “Awalnya kami telah memperkirakan sejumlah kerusakan karena disebabkan karena kekurangan oksigen,” ujar Nath. “Sebaliknya kami telah melihat suatu area yang mengalami kerusakan multifocal yang biasanya akan dikaitkan dengan gejala stroke dan penyakit peradangan sarah,” lanjutnya.
Namun, karena virus Corona baru terdeteksi di jaringan otak pasien yang telah meninggal dunia, sehingga masih terlalu dini untuk mengetahui keterkaitan efek neurologis dan terjadinya cedera di bagian pembuluh darah yang telah diamati dalam penelitian. Sebagai suatu tambahan informasi, pada awalnya virus Corona jenis ini baru ditandai dengan gejala demam, batuk, dispnea, sakit tenggorokan, dan batuk, dimana semua gejala terjadi lantaran kondisi manifestasi dari penyakit pernafasan. Studi baru Corona yang berkaitan dengan kerusakan pada bagian otak pun masih terus dilakukan demi memberikan hasil yang rampung.