Adanya pandemi saat ini tentunya bisa membuat suatu penurunan permintaan akan barang serta juga jasa. Akan tetapi dengan adanya IOMKI, paling tidak produksi dari beberapa industri akan tetap terus berjalan dengan catatan tetap memperhatikan bagaimana protokol kesehatan yang utama. “Menteri Perindustrian ini memang mempunyai intuisi, Dia melihat bahwasanya jika memang hanya menetapkan jalankan PSBB istilahnya tidak diimbangi dengan kegiatan yang diberlakukan oleh menteri ekonomi maupun pada bidang industri yang lainnya. Maka terbayang dong bagaimana hal ini bisa menjadi pemicu untuk ekonomi Indonesia yang ujungnya akan berdampak pada penerimaan negara. Jika penerimaan negara terbatas, maka kesejahteraan masyarakat juga akan menurun, karyawan juga akan banyak yang dirumahkan, begitu menurutnya, ungkap Sanny.
Adapun menteri yang harus meningkatkan kinerja menurut Sanny adalah kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dimotori oleh Agus Suparmanto. Dia juga berharap Kemendag bisa meningkatkan apa yang telah dilakukan dengan dibantu juga oleh menteri ekonomi. Hal yang perlu untuk diperhatikan juga adalah terkait bagaimana impor bahan baku dan juga bahan penolong untuk industri yang tidak diproduksi di dalam negeri. “Impor-impor bahan baku maupun bahan penolong yang begitu sangat dibutuhkan oleh industri dalam negeri yang kebetulan dalam juga tidak ada jenis bahan baku atau juga belum sempat untuk diproduksi. Seringkali lambat ini suara-suara keluhan-keluhan dari teman-teman dari sebuah asosiasi ini yang akan kita harapkan Kementerian Perdagangan bisa lebih antisipatif untuk merespon kebutuhan inspiratif untuk merespon kebutuhan industri pengolahan dalam negeri,” menurut Sanny.
Michael Susanto Pardi, Ketua Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia pun juga akan mengatakan hal yang sama. Dia bilang, Menperin punya kinerja cukup baik dengan adanya IOMKI pada saat awal PSBB. Selain itu, Menteri keuangan Sri Mulyani juga akan dianggap untuk memiliki kinerja yang nyata. “Menteri Keuangan tentunya dan Menteri Perindustrian juga banyak membantu IOMKI pada saat PSBB,” menurut dia. Setali tiga uang, Michael pun menyebut Kemendag bisa bekerja lebih erat dengan Kemenperin. Terlebih lagi pada pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah pada saat ini yakni menjadi bagaimana supaya industri yang existing tetap bertahan, dalam artian bukan hanya berfokus pada pencarian sebuah investor baru.
“Kemendag menurut saya perlu untuk bekerja sama dengan lebih erat dengan perindustrian, sehingga seluruh barang-barangnya sudah bisa diproduksi lokal, dapat dilindungi dari gempuran barang-barang impor,” ujarnya. Michael juga berharap ada suatu proteksi terhadap suatu produk domestik dari sebutan barang impor. “ Industri nasional yang mempekerjakan banyak karyawannya, perlu untuk suatu proteksi terhadap serangan impor dari barang-barang yang ada dari luar negeri yang ada di negaranya juga sedang over supply,” menurutnya.
Sementara itu, ketua bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai, kinerja mencolok ditunjukan oleh Kementerian Keuangan. Kebijakan fiskal yang dapat mendorong percepatan ekonomi yang menjadi sebuah PR untuk menteri ekonomi, termasuk realokasi dan refocusing APBN menjadi andalan mengapa nilai Kemenkeu positif. Akan tetapi Ajib menggarisbawahi tentunya perlu untuk ditopang kinerjanya oleh Kementerian teknis lainnya. “Bank Indonesia juga harus lebih agresif dalam membuat regulasi dan insentif yang memperbanyak likuiditas di masyarakat,” jelas Ajib.
Ajib Menilai, Kementerian Koperasi dan UKM dibawah Teten Masduki perlu lebih mengoptimalkan fungsinya. Hal itu juga lantaran lebih dari 60 persen Produksi Domestik Bruto (PDB) Indonesia ditopang oleh sektor UMKM. “kementerian harus bisa mengukur efektif programnya, misalnya Banpres, apakah benar sudah tersalur ke 9,1 juta usaha mikro, dan berapa daya ungkit ekonomi yang terjadi setelah dana ter-deliver dengan yang benar. Bahkan beberapa dana BLU di kementerian-kementerian tidak tersalurkan dengan lebih cepat dan juga tepat, termasuk juga di KKP, Kemenkop UKM dan PUPR,” terang Ajib.
Dihimpun dari data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), Senin (19/10/2020, pada kuartal IV-2014 atau saat Presiden Jokowi baru menjabat, ULN Indonesia tercatat sebesar 292,6 miliar dollar AS. Sementara pada sebuah data BI yang akan dirilis Juli 2020, ULN Indonesia sudah meningkat tajam jika dibandingkan dengan periode awal Jokowi yakni sebesar hingga 409,7 miliar dollar AS atau mencapai hingga Rp 6.063 triliun (kurs Rp 14.800). Walaupun seperti itu, rasio Rasio ULN pada produk domestik bruto (PDB) dan juga debt service ratio 9 DSR) akan mengalami sebuah penurunan pada masing-masing dari 33,3 persen dan juga 46,4 persen pada triwulan III-2014 menjadi 32,9 persen dan juga 46,2 persen triwulan IV-2014.
Dalam rangka menjaga agar Struktur ULN Indonesia masih tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 88,9 persen dari total ULN. Bank Indonesia dan juga Pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan yang ada di ULN, didukung dengan suatu penerapan prinsip kehati-hatian dalam mengelolanya. “Peran ULN juga harus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasikan resiko yang bisa mempengaruhi stabilitas perekonomiannya,” menurutnya.