Sejumlah warganet yang mengeluhkan mengenai bagaimana mahalnya biaya untuk melakukan tes swab. Tes swab atau usap dengan menggunakan cara PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan salah satu pengujian virus corona yang begitu akurat. Cara tersebut juga akan dilakukan dengan menggunakan batang plastik yang berujung kapas. Sampel ini kemudian akan dimasukan ke dalam suatu botol, dan kemudian juga akan dikirim ke lab untuk bisa dilakukan sebuah analisis. Cara seperti ini juga akan direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Akan tetapi salah satu kelemahan tes swab PCR yakni adalah tes swab mahal dengan menggunakan harga yang dinilai juga terlalu sangat tinggi .
Salah satu pengguna akun Twitter bernama Erna Sitompul, @erna_st yang ,menjelaskan bahwasanya harga pada tes swab mahal ini sendiri di rumah sakit swasta yang berkisar hingga Rp 1,6 juta. “Di RS swasta di atas Rp 1,6 juta…. tapi kalo hasilnya mau cepat lebih mahal lagi. Btw, bbrp minggu lalu, pas lewat jln satrio, di seberang mall lotte avenue ada tenda putih dan pamflet test PCT Rp 900 ribu….,” tulis Erna dalam twitnya, Sabtu (26/9/2020).
Wakil Direktur Pendidikan dan Diklat sekaligus Jubir Satgas Covid-19 RS UNS, dr Tonang dwi Ardyanto menyampaikan, ada beberapa faktor yang akan memicu biaya tes swab PCR menjadi tinggi daripada rapid test. “Faktor yang bisa membuat sebuah tes PCR begitu sangat mahal yakni ada dua tahapan pemeriksaan PCR yakni ekstraksi dan PCR itu sendiri, reagen-nya begitu sangat mahal, alat-alatnya sangat mahal, harus di lab dengan menggunakan standar minimal BSL-2, SDMnya harus bisa terlatih, dan juga risiko pada kerja yang begitu sangat tinggi,” Menurut Tonang.
Menurutnya mahalnya PCR disebabkan dengan lantaran alat-alat yang dibutuhkan masih harus impor dan memerlukan serangkaian prosedur. “Jadi yang mahal itu adalah tes PCR atau tes cepat molekuler (TCM), dua-duanya juga menggunakan peralatan yang disebut RT-PCR. Alat RT-PCR itu membutuhkan dua reagensia, yaitu reagensia untuk ekstraksi RNA dan reagensia untuk PCR itu sendiri. Dua-duanya harus diimpor dari luar negeri, itu komponen mahalnya,” ujar Pratiwi saat diwawancarai Kompas TV pada Sabtu (5/9/2020). Selain soal peralatan, proses PCR sendiri imbuhnya yang memerlukan proses yang panjang. Selain itu perlunya APD pada tenaga medis yang mengambil tes, lab dengan sebuah standar minimal BSL-2, hingga sistem pembuangan limbah yang khusus. “Jadi selain peralatan yang harus diimpor, prosesnya juga harus panjang,” tambah dia
Pratiwi juga akan menjelaskan, Kementerian Kesehatan pernah mengumpulkan sejumlah ahli dan juga menghitung unit cost untuk penentuan PCR, dan hasilnya standar biaya untuk PCR berkisar Rp 1-1,1 juta. “Jadi kalau harganya sekitar di situ, saya rasa itu sudah tidak ada profit sama sekali. Ini merupakan pandemi, itu oke. Jika mau ditekan, maka sebagian harus disubsidi pemerintah. Baik dari reagensia atau barang-barang yang lain,” menurutnya lagi.
Terkait dengan peralatan yang diimpor, menurutnya tidak ada lagi pilihan lain lantaran Indonesia belum dapat memproduksi secara mandiri. “Di dunia pabriknya hanya sedikit yang menjual. Semua lab juga memerlukan, dan harus antre pula (untuk mendapatkan alat tersebut),” ujar dia.
Pemerintah harus intervensi Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan bahwa penyebab mahalnya biaya Tes Swab Mahal lantaran bahan yang menggunakan untuk tindakan pengujian didapat dari impor produk. “Kalau PCR rata-rata (tarif) di atas Rp 1 juta. Menurut saya juga harus ada pasnya berapa, karena barangnya harus impor dari negara mana,” ujar Tulus.
Tulus sempat menambahkan, terkait produk yang impor, ia menyarankan agar pemerintah harus jujur dari negara mana barangnya diimpor. Selain itu, Tulus pun mengatakan bahwa kualitas bahan yang digunakan pada tes PCR berbeda dengan yang dipakai pada rapid test. “Tentu saja berbeda, karena kualitasnya berbeda. Jika rapid test kan memang tingkat akurasinya sangat kecil, dibanding PCR, tes antibodi itu banyak pihak yang mengatakan kurang (tingkat akurasinya),” menurutnya lagi.
Terkait dengan mahalnya biaya PCR, Tulus meminta kepada pemerintah agar bisa mengintervensi harga pengujian virus corona ini, di mana tindakan tersebut berperan penting dalam mencegah penularan virus corona. Selanjutnya, ia juga meminta kepada pemerintah untuk jangan sampai lengah pada eksploitasi dari pihak tertentu yang menganggarkan harga PCR sangat mahal pada pasien tertentu. “Oleh karena itu, caranya setidaknya ada dua, pertama intervensi harga, menentukan berapa harga ideal dari tes PCR itu, keduanya menetapkan standar ke anggarannya agar jangan sampai ada tes PCR yang abal-abal, hasilnya yang meragukan,” menurutnya dia.
Mengenai standarisasi harga tes PCR, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dody Ruswandi menyampaikan, pihaknya dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengatur standarisasi tarif untuk cara PCR di rumah sakit swasta. Upaya standarisasi itu dilakukan menyusul banyak rumah sakit swasta yang mengambil berbagai keuntungan dari tes PCR. Dody menyampaikan, pihaknya sudah mempunyai usulan standar tarif test PCR yakni sebesar Rp 500.000.