Rumah Dinas Edhy Prabowo digeledah tim Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), terkait dengan kasus perkara transaksi suap ekspor benih Lobster atau Benur. Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif yakni Edhy Prabowo pada hari Rabu (2/12/2020) kemarin, tim penyidik KPK yang memiliki tujuan Penggeledahan yang dilakukan guna mengembangkan penanganan perkara atas transaksi suap ekspor benih lobster atau benur yang menjerat Edhy Prabowo yang menjabat sebagai KKP “Benar, saat ini penyidik KPK sedang melakukan kegiatan penggeledahan di rumah jabatan menteri KKP. Dan saat ini kegiatan dimaksud masih berlangsung,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada wartawan, Rabu (2/12/2020).
Pantauan sumber berita detikcom, rumah dinas Edhy Prabowo berada di Jalan Widya Chandra V No 26, Jakarta Selatan, dari kejauhan sudah terlihat enam mobil dari tim penyidik KPK. Mobil ini sudah berada di lokasi sejak pukul 16.30 WIB, Rabu (2/12/2020). Terlihat juga di sana dengan sejumlah polisi agar menjaga bagian teras rumah dinas Edhy Prabowo saat itu. Belum diketahui lebih pasti berapa jumlah anggota penyidik KPK yang menggeledah kediaman KPP nonaktif Edhy Prabowo. “Perkembangannya akan kami infokan lebih lanjut,” ujar Ali Fikri.
Sebelumnya, ada tim penyidik KPK yang melakukan penggeledahan di sejumlah terkait dengan kasus korupsi ekspor benih lobster dan benur yang menjerat Edhy Prabowo dan anggota lainnya. Kemarin KPK menggeledah tiga tempat di Bekasi, Jawa Barat. “Tim penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan di tiga lokasi yang berada di daerah Bekasi, Jawa Barat,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan. Ali mengatakan ketiga lokasi yang akan dituju merupakan kediaman tersangka Suharjito, Direktur PT DPP (Dua Putra Perkasa) kantor dan gudang PT DPP.
Lakukan Pengamanan Dokumen Transaksi Suap Saat Rumah Dinas Edhy Prabowo Digeledah KPK
Minggu lalu, tim penyidik dari KPK juga sudah melakukan penggeledahan di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sehingga sampai malam itu masih ada Novel Baswedan turut ikut. Dalam kasus ini, sudah ditetapkan jumlah sebanyak 7 tersangka dengan perkara kasus suap , yaitu:
Sebagai penerima:
- Edhy Prabowo (EP) sebagai Menteri KKP;
- Safri (SAF) sebagai Stafsus Menteri KKP;
- Andreu Pribadi Misanta (APM) sebagai Stafsus Menteri KKP;
- Siswadi (SWD) sebagai Pengurus perusahaan PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
- Ainul Faqih (AF) selaku Staf, istri dari Menteri KKP; dan
- Amiril Mukminin (AM)
Sebagai pemberi:
- Suharjito (SJT) sebagai Direktur PT DPP.
Kurang lebih penggeledahan dilakukan selama 9 jam setelah datangnya tim penyidik KPK ke rumah Dinas EP “Penggeledahan dilakukan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan sekitar jam 00.00 WIB,” ujar Ali. Ali menyebut ada sejumlah barang, seperti dokumen dan transaksi suap, ditemukan dan telah diamankan oleh tim KPK. Di antaranya dokumen terkait ekspor benur dan dokumen transaksi keuangan diduga terkait pemberian dan suap kepada Edhy Prabowo. “Adapun barang yang ditemukan oleh tim KPK dan diamankan di antaranya dokumen terkait suap ekspor benih lobster atau benur, dokumen transaksi keuangan yang diduga terkait dengan dugaan pemberian suap, dan bukti-bukti elektronik lainnya,” katanya. “Seluruh barang dan dokumen transaksi yang ditemukan dan diamankan selanjutnya akan dianalisis dan kemudian segera dilakukan penyitaan,” sambungnya.
Kasus ini bermula setelah Edhy Prabowo menerbitkan sebuah Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster. Andreu Pribadi Misata (APM) dirinya sebagai staf khusus menteri untuk ditunjuk sebagai ketua pelaksana. Sedangkan Safri (SAF), yang juga merupakan staf khusus menteri, dirinya pun menjabat sebagai wakil ketua pelaksana. “Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” ujar Nawawi. Selanjutnya, di awal bulan Oktober 2020, Suharjito menyambangi kantor dari KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa ekspor benur atau benih lobster hanya dapat dilakukan melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut sebesar Rp 1.800 per ekor. Ada transaksi juga dari PT DPP diduga mentransfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total Rp 731.573.564.