infogitu.com – China baru-baru ini dihebohkan dengan fenomena resesi seks, setelah angka dari populasi di negara ini terus semakin menurun. Hal ini membuat Presiden Xi Jinping menempuh beberapa macam hal agar bisa meningkatkan kembalinya populasi di Negeri Tirai Bambu ini. Istilah dari resesi berhubungan badan sendiri sempat disindir oleh editor Kate Julian di tahun 2018 silam. Julian menyoroti kurangnya aktivitas seks generasi muda yang ada di Amerika Serikat dengan mengatakan kalau menjadi resesi.
Fenomena inilah sedang terjadi di Negeri Tirai Bambu membuat angka kelahiran dari turun drastis. Resesi mengacu ke menurunnya keinginan buat menikah, berhubungan seksual dan mempunyai anak. Di tengah-tengah pandemi virus corona belum berakhir ini, China dilaporkan tengah genting akan resesi seksual ini lumayan mengkhawatirkan. Sebab kondisi ini sendiri merujuk ke kondisi dimana banyaknya pasangan mengalami penurunan gairah seks, menikah, hingga punya anak.
Maka dari itu hal ini membuat tingkat kelahiran di China menjadi menurun ke dalam level paling rendah sejak tahun 1960 an. Bahkan, bisa disebutkan kalau kelahiran di China sendiri untuk periode 2020 menjadi paling rendah pada 43 tahun terakhir. “Sudah 11,5 persen jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap pakar di China dilansir dari Reuters beberapa hari yang lalu. Ahli demografi sempat mengatakan kalau angka kelahiran di China akan menurun menjadi dibawah 10 juta tahun ini. Padahal, sebelumnya di tahun 2021 10,6 juta, untuk itu simak berikut dibawah ini ada beberapa fakta tentang fenomena resesi seks di China.
Penyebabnya
Ditemukan, setidaknya 50 persen di antara perempuan tinggal di perkotaan China mengatakan bahwa tidak ingin menikah. Bahkan sepertiga dari tanggapannya mengaku bahwa dirinya tidak percaya akan pernikahan sampai tidak pernah merasakan jatuh cinta. Banyak pasangan tidak mau mempunyai anak disebabkan berkaitan akan biaya hidup lebih meningkat. Ada juga spekulasi bahwa fenomena ini terjadi dikarenakan munculnya pergeseran budaya terkait orang yang terbiasa hidup dengan total keluarga kecil.
Kultur bekerja 9-9-6 sendiri turut menjadi isu penyebab fenomena ini terjadi. Kultur itulah merupakan penduduk bekerja dari jam 9 pagi sampai 9 malam selama enam hari pada satu minggu. Sedangkan, parah ahli menyoroti kalau besar kemungkinan ini terjadi dikarenakan langkah penanganan COVID-19 secara ketat. Pasalnya banyak melihat kalau pihak berwenang secara paksa memasuki kediaman buat memboyong penduduk ke pusat karantina. Banyak melaporkan kalau penduduknya kehilangan pendapatan dan kesusahan buat menerima akses ke perawatan kesehatan maupun makanan.
Semakin banyak penduduk China enggan menikah
Sesuai laporan diterima, angka dari pendaftaran pernikahan yang ada di China menurun secara berturut-turut hingga pada tahun 2020. Di tahun 2020 cuma 8,1 juta pasangan di China menikah. Angka itu tentunya dikatakan menurun drastis 12 persen dibandingkan tahun sebelumnya juga turun drastis kalau dibandingkan tahun 2013 silam. 2013 sebesar 13,4 juta pasangan menikah, penurunan angka ini salah satunya dikarenakan psikologis merasa cukup hingga di tahap tinggal bersama.
Penerapan kebijakan satu anak di masa lalu juga turut mempengaruhi calon dari orang tua di China. Kebanyakan dari mereka dibesarkan menjadi anak tunggal percaya harus mempunyai satu anak. Pemikiran ini langsung hadir disebabkan mereka merasa sepatutnya anak menerima hidup baik dengan memberikan sumber daya keluarga ke anaknya.
Dampaknya untuk China
Banyak ahli menilai populasi muda menurun drastis dikarenakan resesi seks ini yang bisa berdampak ke situasi ekonomi dan sosial di China pada masa mendatang. Hal ini tentunya membuat populasi lansia mendominasikan di masa depan, sementara usia produktif malah semakin lemah. Presiden China, Xi Jinping menyuguhkan keuntungan bagi mereka yang mau mempunyai anak seperti halnya perumahan insentif pajak.
Bahkan pemerintah menjanjikan lingkungan kerja ramah kehamilan dan peningkatan layanan dalam penitipan anak. Padahal apabila dilihat di tahun 2021 menjadi tahun paling rendah pada beberapa dekade terakhir dikarenakan tahun 2021 cuma sekitar 11 juta bayi lahir menunjukkan penurunan sangat signifikan dari adanya 18 juta di tahun 2016 silam.