Komisi Pemberantasan Korupsi, atau KPK, akhirnya resmi melakukan penangkapan Edhy Prabowo. Bukan hanya itu saja, KPK pun telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, yakni Edhy Prabowo, sebagai tersangka atas kasus dugaan penerimaan hadiah atau suatu janji terkait suatu perizinan tambah, usaha, atau pengelolaan perikanan ataupun komoditas perairan sejenis lainnya yang dilakukan oleh Edhy Prabowo sewaktu dia menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Bukan hanya Edhy Prabowo saja yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, melainkan terdapat enam tersangka lainnya yang akan diberi hukuman atau sanksi atas perbuatan yang dilakukannya sesuai aturan Undang – Undang yang berlaku. Enam tersangka yang ditetapkan oleh KPK, adalah Safri sebagai staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Pribadi Misata sebagai staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih sebagai staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan, serta seorang yang melakukan keterkaitan ialah Amiril Mukminin.
Mereka juga telah ditetapkan sebagai penerima suap dalam bentuk hadiah atau dalam bentuk suatu janji yang terkait. Selain nama – nama diatas yang telah ditetapkan oleh KPK, ternyata terdapat seorang tersangka lagi yang akan menjalani proses hukum, ialah Direktur PT Dua Putra Perkasa, yakni Suharjito yang ditetapkan sebagai pihak penerima suap. Komisi Pemberantasan Korupsi, melakukan penangkapan kepada Edhy Prabowo dalam suatu operasi tangkap tangan atau OTT.
Penangkapan tersebut terjadi di Bandara Soekarno – Hatta, pada Rabu, 25 November 2020, dini hari. Edhy yang sedang bersama istri dan sejumlah pejabat lainnya sebagai anggota Kementerian Kelautan dan Perikanan, sepulang kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat, langsung ditangkap oleh KPK. Total pihak yang telah diamankan oleh KPK, sebanyak 17 orang, termasuk sejumlah pihak yang berdomisili Jakarta serta Depok.
Penangkapan Edhy Prabowo Dilakukan, Mengingat Kembali Pro Dan Kontra Ekspor Benih Lobster
Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan, yakni Edhy Prabowo, disebutkan bahwa kasus suap yang diterimanya berkaitan dengan suatu pengelolaan ekspor benih lobster. Ekspor benih pada masa kepemimpinan Edhy Prabowo setelah masa Susi Pudjiastuti, sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, memang diberikan izin oleh Edhy untuk ditangkap dan diperjualbelikan atas suatu aturan khusus yang telah ditetapkan. Namun, di periode kepemimpinan KKP sebelumnya, yakni Susi Pudjiastuti, rupanya penangkapan terlebih praktik jual beli benih ini sangat lah dilarang dan memiliki aturan atas pelanggaran yang akan terjadi.
Bukan hanya benih lobster saja, melainkan anakan lobster, rajungan, dan berbagai jenis anakan hewan laut lainnya sangat dilarang untuk ditangkap oleh nelayan demi keberlangsungan ekosistem yang terjadi di tanah air juga ekologi dan keuntungan ekonomi yang lebih besar bagi para nelayan jika membiarkan benih – benih serta anakan hewan laut tumbuh besar di lautan sampai diperbolehkan untuk ditangkap.
Telah kami lansir langsung dari sumber Kompas.com, pada 15 Desember 2019, pelarangan sejumlah hal diatas telah diatur ulang dalam Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2016 tentang sebuah Larangan Penangkapan dan / atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari negara Indonesia. Aturan tersebut ditetapkan bukan hanya sebatas aturan saja, melainkan Susi memang kerap melakukan sosialisasi kebijakan kepada para nelayan – nelayan di daerah dan ikut menyebarluaskan pesan itu juga melalui akun media sosial pribadi miliknya.
Selama lima tahun masa jabatan Susi sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, rupanya Susi telah tercatat menggagalkan lebih dari 270 kasus penyelundupan benih lobster untuk diekspor. Namun, saat Susi tidak lagi menduduki kekuasaannya, pos Menteri di KKP, peraturan pelarangan tersebut direvisi ulang oleh Menteri yang terpilih, yakni Edhy Prabowo. Edhy Prabowo telah beranggapan bahwa adanya aturan ini akan membuat banyak orang kelaparan, termasuk para nelayan yang tidak diberikan kesempatan.
Dalam pemberitaan dari sumber Kompas.com, pada 25 Desember 2019, rupanya Edhy Prabowo sempat menyatakan hal tersebut. “Ada masyarakat kita diluar sana yang lapar gara – gara adanya pelarangan (menangkap benih lobster). Gara – gara ada aturan yang dibuat ini. Inilah yang harus dicari jalan keluarnya. Saya enggak benci dengan kebijakan – kebijakan dulu, tapi saya ingin cari jalan keluar saja,” katanya. Untuk itulah akhirnya Edhy Prabowo memutuskan untuk membuka keran ekspor benih lobster dan melakukan revisi Permen Nomor 56 Tahun 2016 an mengumandangkannya di 5 Mei 2020 lalu.
Menghidupkan Kembali Usaha Nelayan?
Atas izin KKP ini, rupanya telah memberikan nilai besar pada angka ekspor ilegal dan meningkatkan pula pendapatan seluruh masyarakat yang bergantung kehidupan atas penjualan produk laut tersebut. Tidak sembarang melakukan perizinan, melainkan Edhy Prabowo juga membuat suatu aturan dan Batasan atas perizinan ekspor benih lobster. Mulai dari kuota dan lokasi penangkapan, ketentuan untuk pihak eksportir, hingga kewajiban yang harus dibayarkan untuk bea cukai keluar per ekor benih yang ingin di ekspor, serta masih banyak lagi.
Politisi Parta Gerindra rupanya pernah berjanji akan melarang ekspor benih lobster saat pengusaha budidaya didalam negeri sudah bisa dilakukan dengan menyerap lobster tangkapan para nelayan. Hingga saat ini, KPK masih menguak kasus lain atas penangkapan Edhy Prabowo dan masih mencari tersangka yang akan ditetapkan atas kasus tersebut.