Ketua DPR RI yaitu Puan Maharani menegaskan parlemen terbuka dalam menyerap semua aspirasi terkait bagaimana kebijakan terhadap keputusan dalam masukan Omnibus law RUU Cipta Kerja. hal itu juga disampaikan oleh Puan sesuai dengan janjinya yang begitu transpirasi dalam pembahasan RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah tersebut. Puan juga menyampaikan kepada para DPR bahwa mereka sudah menggelar pertemuan dengan 16 perwakilan serikat buruh atau juga serikat pekerja pada tanggal 20-21 Agustus 2020 di Jakarta. Pertemuan itu juga menghasilkan empat poin kesepakatan terkait klaster ketenagakerjaan dalam keputusan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Kesepakatan tersebut juga diantaranya tentang hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri dan juga pembahasan RUU Cipta Kerja terbuka pada masukan publik.
Puan menegaskan, DPR RI akan melanjutkan bagaimana pembahasan RUU pada Cipta Kerja secara cermat, hati-hati, terbuka, transparan, dan mengutamakan kesenambungan kepentingan nasional. Diketahui, hari ini buruh kembali berdemo untuk menolak RUU Cipta Kerja. Demo akan dilaksanakan di depan gedung Parlemen, senayan. Buruh yang demo ini memberikan isyarat kepada pemerintah bahwasanya kebijakan tersebut sama sekali tidak memihak kaum rakyat bawah sehingga hal ini bisa menyulitkan para masyarakat Indonesia sehingga hal ini akan membuat masa depan orang Indonesia menjadi lebih terpuruk.
Alasan Penolakan Masukan Omnibus Law
Apabila sistem ini akan diterapkan di Indonesia, dikhawatirkan tidak sejalan dengan sistem hukum yang ada di Indonesia yang menganut civil law system lantaran sebuah konsep Omnibus Law yang jauh lebih dikenal dengan penggunaan Common Law System. Pada masukan Omnibus law ini juga terdapat berbagai norma yang membuka kesempatan untuk bisa terjadinya penyalahgunaan terhadap suatu wewenang atau juga adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh para penyelenggara negara. Diantaranya, dihilangkan dengan izin lingkungan dan juga diganti dengan perizinan dalam berusaha, dihilangkannya batasan minimum 30 persen yang luas kawasan hutan yang memang harus dipertahankan untuk setiap DAS dan juga beberapa pulau.
Khairul menyampaikan bahwasanya terdapat sejumlah pelanggaran hak asasi manusia dan juga impunitas. Seperti dihilangkannya peraturan tentang tanggung jawab pemegang izin usaha pemanfaatan pada hutan atas suatu kebakaran hutan yang terjadi. Selanjutnya juga akan hilangnya kepastian hukum yang terkait dengan adanya sanksi pidana dan juga administratif sebagai salah satu pengganti pada sanksi pidana. Salah satu alasan yang paling kuat di dampaika juga di hadapan publik, dimana semua sanksi pidana diakomodir dalam peraturan RKUHP. Akan tetapi pada kenyataannya RKUHP tidak mengakomodirnya. Seperti yang telah dihilangkannya sebuah ketentuan pidana dan akan diganti dengan beberapa ancaman pidana administrasi terhadap salah seorang pelaku usaha yang tidak menjaga bagaimana kehalalan suatu produk, dihilangkannya ketentuan pidana terkait penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah atau pada gelar secara tanpa hak dan juga sejumlah ketentuan pidana yang akan dihilangkan atau akan diganti dengan sebuah sanksi administratif yang lainnya.
Oleh sebab itulah kata Khairul begitu banyak dan juga seriusnya masalah yang terdapat dalam RUU Cipta Lapangan Kerja. Pusat Studi Hukum dan juga HAM merekomendasikan RUU ini yang akan dibahas secara serius oleh para DPR dengan memperhatikan bagaimana aspek pemenuhan konsep negara hukum, untuk bisa mengantisipasikan potensinya dalam penyalahgunaan wewenang atau juga pada kekuasaan yang akan ditimbulkan oleh suatu kelonggaran suatu peraturan.