Infogitu.com – Menangani kasus Covid-19 di berbagai macam negara belum sepenuhnya selesai dan pulih dengan maksimal. Hal ini dikarenakan gejolakan dan rantai penyebarannya belum bisa diatasi hingga konflik kasus Covid-19 pun melibatkan konflik politik yang sedang terjadi di negara masing-masing. Melansir dari sumber CNNIndonesia, menyebutkan bahwa kini negara India dan juga Malaysia harus mengalami kedua kasus berat sekaligus, yakni kasus pergolakan politik dan juga kasus pandemi. Baru-baru ini, negara India sedang dirundung nasib atas keluarnya Perdana Menteri Narendra Modi dari pemerintahan.
Tidak hanya Perdana Menteri Narendra Modi saja, melainkan 12 menteri Kabinet lainnya secara bersama-sama mengundurkan diri karena tidak sanggup mengatasi pandemi Covid-19 di negara tersebut dan faktor lainnya. Satu dari 12 menteri India yang sudah mengundurkan diri, adalah Harsh Vardhan, yang berstatus sebagai Menteri Kesehatan. Tentu saja kemunduran Vardhan langsung disorot oleh publik, karena dirinya pun dikenal sebagai sosok loyalis Modi.
Modi bahkan kerap memujinya karena tindakan demi tindakan signifikan untuk mengatasi dan mengantisipasi kasus gelombang pandemi Covid-19 di India. Beberapa pihak yang sama-sama berada di oposisi pemerintah Modi menganggap bahwa Vardhan sudah di jadikan korban atas kambing hitam dikala persaingan antar pejabat India sedang terjadi karena saling menyalahkan. Mendengar hal itu, Randeep Singh Surjewala, selaku Ketua Kongres India, menilai bahwasanya Otoritas Penanganan Bencana Nasional India seharusnya melakukan tanggung jawab atas tindakan kriminal dan juga ilegal karena telah menyebabkan kesalahan di tengah kasus pandemi Covid-19 yang belum juga terselesaikan.
“Dan Lembaga itu sudah dipimpin oleh Perdana Menteri langsung. Dan apakah PM akan bertanggung jawab atas semua kejadian yang terjadi di India? Atau apakah PM hanya menjadikan Dr. Vardhan sebagai kambing hitam atas kegagalan PM?” ujar Surjewala, yang kami lansir dari sumber Hindustan Times. Tidak berhenti disitu saja, negara India juga sudah beropini bahwa sejumlah pihak pejabat yang mengundurkan diri di tengah kasus pandemi Covid-19 secara bersama-samaan ini menggambarkan tentang popularitas Modi yang tidak baik hingga berakibat pada penanganan Covid-19 di negara mereka.
Sebelum konflik terjadi, rupanya Modi sudah lebih dulu mendeklarasikan kemenangan negara mereka yang mengalami 0 kasus di Januari 2021 lalu. Hal ini juga di barengi dengan program vaksinasi yang berjalan lancar dan hampir seluruh warga negara nya, atau sekitar 98% mendapatkan suntikan dua dosis vaksinasi. Namun siapa sangka bahwa beberapa bulan kemudian kasus demi kasus di negara India semakin melonjak tajam dan memperparah keadaan.
Malaysia
Bukan hanya konflik kasus Covid-19 yang menyebabkan keterkaitan politik di India, ternyata Malaysia juga sedang mengalami masalah yang sama. Diketahui, bahwa pergolakan politik di Negeri Jiran sudah terjadi sejak awal tahun 2021. Hal ini disebabkan karena pihak pemerintahan, atau lebih tepatnya pihak penanganan Covid-19 pemerintah atas kepemimpinan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin tidak maksimal dalam menangani kasus Covid-19 hingga publik pun menyebabkan posisinya harus terancam.
UMNO, yang merupakan sebuah partai politik terbesar di Malaysia pun memutuskan untuk keluar diri dan dukungan terhadap koalisi pemerintah atas kegagalan Muhyiddin Yassin yang tidak juga memunculkan penanganan yang baik. Bahkan, UMNO sudah mendesak agar Muhyiddin segera lengser di pemerintahan Malaysia dan segera digantikan oleh calon lainnya yang lebih tepat dan cermat dalam mengatasi pandemi. Melansir dari sumber CNNIndonesia, mengatakan bahwa kabinet Muhyiddin dinilai berhasil dalam menekan rantai penyebaran hingga laju infeksi Covid-19, salah satunya adalah dengan kehadiran kebijakan lockdown di seluruh wilayah Negara Malaysia pada Maret 2020.
Sayangnya, penanganan tersebut tidak menampakkan hasil yang sama dengan kasus Covid-19 yang terjadi di awal tahun 2021 ini. Persepsi masyarakat yang seharusnya puas karena di tahun 2020 pun berubah menjadi kekecewaan hingga murka setelah pemerintahan melakukan kembali lockdown atas perubahan status darurat. Negeri Jiran terus saja mencatat rekor infeksi harian baru hingga per harinya mencapai 7.000 kasus hanya dalam jangka dua hari berturut-turut. Konflik kasus Covid-19 di negara tersebut pun membuat “nyawa” Muhyiddin Yassin menjadi terancam.
Discussion about this post