Infogitu.com – Tidak ada yang menjadi baru dengan adanya artikel ini untuk anda. Argumennya pun bisa dikatakan sebagai hal yang sederhana ada struktur ekonomi politik yang jauh lebih berpengaruh daripada mengulik soal orang yang paling berkuasa di negeri ini.Akan tetapi, untuk kamu bisa sampai pada kenyataan yang hingga saat ini masih banyak disangkal dengan hal tersebut, maka sangat perlu kejernihan untuk kita perlahan-lahan bisa mengupas realita yang lebih lawas dari periode kepemimpinan manapun. Karena, tatanan kaum oligarki telah ada sebelum presiden saat ini mengawali kiprahnya.
Untuk itu, tulisan ini lebih merupakan ikhtisar atas berbagai inisiatif untuk bisa mengetahui dinamika ekonomi politik yang ada di Indonesia, dimana menurut beberapa kalangan, hal ini nantinya dapat teratasi dengan adanya orang baik dalam pusaran kekuasaan yang ada di Indonesia. Dari sudut pandang teori sosial, kesimpulan yang ada seperti itu memang cukup jelas sebuah kekeliruan yang bisa dikatakan sebagai hal yang fatal sebab bisa mengabaikan faktor kuasa, yang dapat menghalangi untuk jangkauan yang terlampaui oleh kekuasaan seorang Presiden Republik Indonesia.
Bagi para peneliti sosial yang sudah mempelajari relasi kepemilikan modal dan politik di Indonesia pasca krisis moneter di tahun 1998 yang lalu, situasi seperti saat ini sudah bisa diprediksi sebab adanya polanya yang kerap kali terulang. Ada benang merah yang terjalin sejak tahun 2000 hingga berlangsung sampai sekarang dengan tebal tipis yang bervariasi. Dengan kata lain, argumen mengenai tatanan kaum oligarki ini bukan hanya muncul pada kalangan orang dewasa saja.
Dari beberapa contoh yang disebut di atas, bisa dilihat bahwa semuanya merupakan sektor ekonomi yang padat modal, berkelindan dengan kepentingan politik serta kuasa, dan sangat dekat dengan kepentingan pengusaha papan atas yang ada di dalam berbagai bentuk aktif relasi dengan dunia politik. Perspektif yang ada seperti ini juga dapat membantu memahami mengapa Susi Pudjiastuti yang kerap melawan kemauan para mafia impor yang berusaha masuk ke Indonesia sehingga tidak lagi dipercaya sebagai menteri di periode kedua.
Bahkan isu penanganan adanya kasus Covid-19 ini pun demikian terjerat kepentingan ekonomi politik. Argumen yang hingga saat ini masih berkaitan juga dengan bagaimana politik dan ekonomi berkelindan di tingkat lokal juga sudah didengungkan oleh Vedi Hadiz dan Richard Robison sejak tahun 2005 yang lalu yakni dalam Reorganising Power in Indonesia yakni The Politics of Oligarchy in an Age of Markets. Di luar hal itu, ada gugus riset di FISIPOL UGM yang memang telah lama dalam meramalkan terhempasnya kedaulatan publik oleh cengkeraman kepentingan penguasa.
Ada pula data yang nantinya akan digunakan Jeffrey Winters untuk memperbaharui argumennya soal tatanan kaum oligarki pasca-Reformasi. Konon, ada 40 konglomerat Indonesia secara rerata (1,78 miliar dolar AS) yang jauh lebih kaya dibandingkan dengan konglomerat yang ada di luar negeri seperti halnya Malaysia, Thailand, Singapura. Tingkat konsentrasi oligarkinya mencapai 6.22, yang telah menampilkan betapa jomplangnya penguasaan sumber daya oleh kalangan konglomerat yang ada di Indonesia.
Mereka inilah yang hingga saat ini masih menjadi pemeran utama dalam dokumenter Dandhy Laksono, serta juga telah diindikasikan afiliasinya dalam perumusan UU Cipta Kerja dalam sebuah rilis pers. Jeffry Winters mempunyai kesimpulan bahwasanya untuk oligarki cenderung yang mempunyai kekuatan di lingkup kebijakan nasional, menyandera sistem hukum yang berlaku di Indonesia dan perundangan demi kepentingannya. Menurut Winters, yang menjadi persoalan bukanlah demokratisasi, melainkan ketidakmampuan kita dalam membangun sistem yang bebas dari patronase (impersonal system).
Serta mereka juga telah mampu untuk membatasi jangkauan sistem oligarki tersebut terhadap hukum serta legislasi. Dinamika ini tercermin dalam konstelasi politik tingkat nasional. Fakta bahwa politik yang ada di Indonesia sangat mahal dan menjadi lahan intervensi pemilik modal cair sudah diurai dengan baik oleh Burhanuddin Muhtadi serta sebuah riset KITLV. Anda salah alamat apabila hingga saat ini mempunyai pandangan bahwa tesis oligarki ini merupakan cara pihak ‘asing’ maupun kubu oposisi untuk menjatuhkan kedaulatan rezim yang ada saat ini. Ada buku yang seutuhnya ditulis oleh para cendekiawan muda yang berkaitan dengan topik ini.