Sejak virus corona muncul di permukaan bumi yang mana virus ini juga mulai masuk ke Indonesia di awal tahun 2020, yang sedikitnya 200 kandidat vaksin untuk virus ini telah banyak dikembangkan untuk seluruh warga negara yang ada di seluruh dunia. Setidaknya ada 15 uji coba yang juga telah dilakukan pada manusia. Seperti yang sudah dilaporkan, dimana saat ini vaksin Covid-19 untuk virus corona ini yang sedang dalam perkembangan di Universitas oxford dan juga pemerintah Jerman adalah dua kandidat yang paling mungkin bisa siap untuk tahun ini.
Selain itu juga ada sejumlah kandidat yang sedang diuji di Amerika Serikat (AS), Rusia dan China. Ada juga beberapa tanda bahwasanya China akan semakin maju dalam membentuk pengembangan vaksin ini. Akan tetapi, Kate Bingham, Kepala Gugus Tugas Vaksin INggris yang memperingatkan bahwasanya setiap suntikan akan memungkinkan adanya efektifitas sebanyak 50%. Menurut dirinya juga, vaksin apapun yang mengimunisasikan virus corona ini kemungkinan hanya akan seefektif vaksin pada flu.
Sementara Ger Bukholm, yang bisa memimpin pengembangan pada vaksin di Institut Kesehatan Masyarakat Nasional (FHI) Norwegia seperti yang telah dilaporkan dalam sumber terpercaya yang ada di internet. Dimana Kesimpulannya sampai saat ini belum jelas bagaimana vaksin untuk bisa membantu melawan virus corona akan bekerja dan bagaimana efeknya terhadap kesehatan. Menurutnya, beberapa kemungkinan akan bekerja sedemikian rupa saja sehingga pasien yang rentan ini dapat tertolong dengan melakukan tetap memerlukan alat bantu untuk bernafas.
Akan tetapi tidak akan menutup kemungkinan juga bahwasanya pada vaksin tersebut juga tidak akan bekerja dengan kelompok ini. Sehingga saat ini pun, vaksin sudah diuji cobakan kepada manusia di beberapa negara. Kemudian bagaimana dengan vaksin Covid-19 yang telah dikembangkan dalam Universitas Oxford yang juga disebut-sebut untuk memperlihatkan bagaimana tren positif dalam melawan penyebaran virus ini. Pengembangan vaksin ini juga kana dilakukan pada beberapa Universitas Oxford seperti yang telah diberikan di dalam sumber terpercaya yang telah mengalami pengujian yang begitu ketat.
Saat ini tim Universitas Bristol memvalidasikan bahwasanya dalam vaksin tersebut secara akurat bisa mengikuti sebuah instruksi universitas Bristol memvalidasi bahwa vaksin tersebut secara akurat dalam mengikuti berbagai macam instruksi untuk genetik yang telah diprogramkan ke dalamnya. Vaksin yang telah dikembangkan juga bisa dikatakan sebagai uji coba yang berhasil sehingga bisa memicu adanya sistem respons imun yang kuat dari 100 persen objek uji coba setelah diberikan dua dosis. Bahkan juga 90 persen dari mereka sudah menghasilkan antibodi pada dosis yang pertama.
Petunjuk ini juga akan merinci cara untuk bisa membuat suatu protein dari lonjakan SARS-CoV-2, yakni virus yang bisa menyebabkan adanya covid-19. Setelah melakukan lonjakan protein yang dibuat, maka sistem kekebalan tubuh juga kan bereaksi terhadap virus tersebut, melatih bagaimana sistem kekebalan tubuh ini bisa mengidentifikasikan infeksi corona yang sebenarnya. Yang mana artinya yakni pada saat seseorang yang divaksinasi dihadapkan dengan SARS-CoV-2, sistem kekebalan tubuhnya yang telah terlatih dan juga siap untuk membantu melawan virus.
“Ini adalah studi yang penting karena kami bisa memastikan bahwasanya instruksi genetik yang mendasari vaksin ini, diikuti dengan benar pada saat akan masuk ke dalam sel manusia, menurut Dr. David Matthews, yang memimpin adanya sebuah penelitian tersebut. Dalam penelitian ini juga para peneliti akan berfokus pada seberapa sering dan akuratnya vaksin dan menggunakan instruksi genetik yang telah diberikan. Profesor Vaksinologi di Universitas Oxford yang memimpin uji coba vaksin, Sarah Gilbert mengatakan bahwasanya hal ini adalah contoh yang baik dari kolaborasi lintas disiplin, menggunakan teknologi terbaru untuk membantu memeriksa secara tepat apa yang avaksin lakukan pada saat masuk ke dalam sel manusia.
Vaksin yang dikenal sebagai ChAdOx 1 atau AZD1222 yang dibuat dengan mengambil virus biasa yang disebut adenovirus dari simpanse. Dalam pengenbangannya yang telah dilakukan dnegan menghapus sekitar hingga 20 persen instruksi virus. Yang mana artinya, vaksin tidak akan mungkin mereplikasi atau juga menyebabkan penyakit yang ada pada manusia. Para ilmuwan juga yang ada di Universitas Bristol ini pun menggunakan teknologi mutakhir untuk bisa mempelajari bagaimana susunan inokulasi.
Cara analisis baru memungkinkan bahwasanya para ilmuwan ini untuk bisa memeriksa apakah vaksin itu akan dirancang dengan tepat untuk mereplikasi bagian-bagian dari susunan virus Covid-19 yang diperlukan untuk bisa melatih sistem kekebalan dalam melawan penyakit. Saat ini vaksin ini sedang menjalankan uji klinis fase 3 untuk bisa lebih memastikan bagaimana keamanan dalam pengobatan. Hal ini dilakukan setelah munculnya sentimen negatif, seperti yang telah dikabarkan kantor berita Reuters, yang mana seorang relawan juga akan terlibat dalam uji klinis vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan dalam Astrazeneca dan juga Universitas Oxford yang sudah meninggal dunia.