Kasus dugaan korupsi terhadap proyek bantuan sosial bagi masyarakat yang telah terkena dampak dari Corona telah mengejutkan banyak pihak dan telah menjadi pemberitaan terkini. Kasus ini telah menjerat sejumlah pejabat di Menteri Sosial, termasuk Juliari Batubara, selaku Menteri Sosial. Peneliti di Pusat Kajian Anti Korupsi atau Pukat Universitas Gadjah Mada, yakni Zainur Rohman, telah memberikan penilaian terhadap penyaluran dana bantuan selama masa pandemi terjadi rawan mengalami korupsi. “Kejadian di Kemensos ini, Operasi Tangkap Tangan oleh KPK adalah suatu satu dari kita yang curiga sekian banyaknya contoh potensi korupsi di dalam penanggulangan Corona ini. Jadi sebenarnya bukan hanya bansos saja, seluruh anggaran penanganan pandemi itu sangatlah rawan dikorupsi,” kata Zainur yang telah kami lansir dari sumber Kompas.com, pada Minggu, 6 Desember 2020.
Ia pun telah menyebutkan bahwasanya sejak awal Pukat telah memberikan peringatan terhadap adanya potensi terjadinya korupsi ini. Dalam sebuah alasan, salah satunya adalah karena besarnya jumlah dana yang akan dialokasikan. Pemerintahan pun telah mencoba mengucurkan dana hampir Rp 700 triliun untuk melakukan penanganan Covid-19 di tanah air. Dana-dana tersebut lantas saja akan disalurkan melalui berbagai pos, seperti pos kesehatan, Pendidikan, ekonomi, dan masih banyak lagi. Realisasi mengenai anggaran yang besar ini akan dijalankan dengan kelengkapan metode kebijakan saat terjadinya bencana atau terjadinya krisis. Pengadaan suatu barang dan jasa bisa melalui penunjukkan langsung, dan akan berbeda dengan sebuah situasi di pandemi ini. Tujuannya, agar terjadi pemberian kemudahan dan dana akan bisa segera dicairkan serta langsung disalurkan kepada masyarakat. “Tetapi dengan penunjukkan seperti itu, (dana penanganan Corona) ini sangatlah rawan menjadi sebuah bancakan bagi para pejabat besar,” lanjut Zainur.
Kasus Dugaan Korupsi Terjadi Karena Pengawasan Yang Lemah
Ia juga telah menyoroti sebuah lemahnya pengawasan terhadap suatu pengelolaan dana-dana tersebut. Tidak adanya suatu sistem pengawasan terpadu yang telah dibentuk untuk mengawasi penyaluran dana dalam jumlah yang besar, sehingga potensi terjadinya korupsi semakin terjadi. Zainur pun telah mengatakan bahwa fungsi dari penganggaran yang sebelumnya dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR kini tidak lagi diterapkan melalui sebuah Peraturan Pengganti Undang-Undang Peraturan Pusat Nomor 1 Tahun 2020. Hal ini telah membuat pemerintah memiliki kewenangan yang cukup besar terhadap pengalokasian anggaran sebagai dana bantuan.
Pemerintah pun bisa merelokasi anggaran pendapatan dan belanja negara tanpa harus meminta persetujuan dari legislatif. “Memang itu untuk menjawab agar kebutuhan biar cepat, tetapi kemudian pemerintah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam sebuah alokasi anggaran,” lanjutnya. Selain itu, menurut Zainur, bahwa ada pejabat yang salah dalam memahami pasal 27 dalam Peraturan Pusat tersebut sebagai sebuah bentuk imunitas dalam menjalankan kebijakan-kebijakan penanggulangan Corona. “Kombinasi keadaan yang krisis, membutuhkan sebuah dana yang sangat besar, penunjukannya bisa melalui penunjukkan langsung, banyak yang salah paham mengenai imunitas,” lanjutnya.
Bentuk Badan Pengawas
Untuk mencegah adanya kemungkinan atau risiko tindak pidana terkait dana penanggulangan Corona, Pukat telah menyarankan agar pemerintahan Indonesia membentuk sebuah badan pengawas yang terdiri dari pihak internal dan juga pihak eksternal. Pihak internal akan melibatkan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah atau APIP yang terdiri dari inspektorat jenderal dan juga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Sementara untuk pihak eksternal, diantaranya adalah Badan Pemeriksa Keuangan , Aparat Penegak Hukum yang terdiri dari aparat kepolisian, kejaksaan, dan juga Komisi Pemberantas Korupsi atau KPK. “Pemerintah itu justru sekarang harus membuat suatu program untuk pengawasan terpadu program penanggulangan Corona ini, jadi ada sebuah kesenjangan, programnya dalam keadaan yang kritis namun pengawasannya menggunakan sebuah metode pengawasan yang cukup normal,” lanjutnya. Ia juga telah menekankan kembali transparansi program dan anggaran terhadap penanggulangan Corona. Telah diketahui, bahwa Menteri Sosial, yakni Julianti P Batubara, telah tertangkap KPK atas kasus dugaan korupsi sebesar Rp 14,5 miliar yang telah dimiliki sebagai barang bukti kasus Mensos. Dengan adanya suatu program untuk metode pengawasan dana, maka Zainur telah menilai bahwa risiko terjadinya korupsi akan semakin kecil. Dengan begitu, dana bantuan yang akan diberikan kepada masyarakat akan rata.