Markas tersebut juga tidak terlalu besar, terletak pada persimpangan jalan utama Kota Surakarta depan Taman Kerten di samping jalan layang Purwosari. Ruang tamu yang sekarang ini berukuran 3×4 meter berisi meja serta kursi kayu. Di atas meja serta kursi berserakan kertas berisi nama-nama warga dari kota Solo pada Pilkada 2020. Kantor Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya (PPRI), sayap Partai Gerindra dari para pendukung Prabowo Subianto, cabang Solo itu jadi markas relawan dari mereka calon perseorangan Bagyo Wahyono-FX Suparjo atau biasa disebut dengan (Bajo).
Sekretaris PPIR Solo, Sapardi, menyimpan berbagai macam data pendukung Bajo. Siapa saja yang nantinya akan datang ke markas Sapardi dapat dengan mudah melihat data yang menurut Komisi Pemilihan Umum masuk informasi dikecualikan bagi publik. Berbekal data pendukung dari Bajo, kami pun untuk saat ini telah mendatangi belasan warga di Kelurahan Semanggi dan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon. Sebagian besar warganya pun telah menyatakan bagaimana untuk bisa mendukung dan lainnya tak pernah setor salinan KTP, tapi namanya masuk dalam daftar pendukung Bajo.
Satu keluarga yang berasal dari Kelurahan Semanggi, yakni atas nama Sri Sugarni (32) dan suaminya, Uzank Beny Saputra (33), berkata bahwa hal ini sama sekali tidak masuk akal dia mendukung Bajo setelah diberi tahu namanya masuk dalam sebuah daftar KTP pendukung Bajo. Uzank yang mana mereka adalah seorang relawan pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa. Keduanya pun untuk saat ini juga sama sekali tak pernah diverifikasi oleh petugas pemilihan mendukung Bajo. “Kami tidak pernah tahu. Kami dari awal dukung Pak Gibran, Pak Teguh, sampai suami ikut terjun dalam lapangan [dukung Gibran], jarang pulang,” menurut Sri yang telah kami lansir dari Tirto.id, pada Desember pekan lalu.
Warga lain, seorang David Pramono dan istrinya, mengalami hal yang juga sama. Petugas pemilihan yang datang ke rumahnya pada saat itu menyatakan bahwasanya sejauh ini hanya mendata sebagai pemilih dan memberi undangan untuk mencoblos. “Bapak tipikal orang yang bersifat pendiam. Tidak pernah untuk dimintai KTP sebagai bentuk dukungan,” kata istri David yang kami lansir dari Tirto.id. Masuknya Sri, Uzank, dan David dalam barisan pendukung Bajo dengan seperti itu telah diduga cacat prosedural.
Akan tetapi, dalam pengadaan Pilkada 2020 kali ini, cara ilegal pun saat ini sudah berhasil untuk dapat membantu dalam meloloskan para warga untuk dukung Bajo alhasil bisa dengan mudah terjadi dan juga hal ini diduga akibat adanya sebuah peran dari para petugas pemilihan tingkat kelurahan. Sumber Tirto yang sebelumnya sempat terlibat untuk melakukan verifikasi dan pemilihan menyebut ada puluhan warga di sebuah kelurahan Kecamatan Laweyan yang tidak setor data KTP milik pribadi.
Serta juga sama sekali tidak mendukung Bajo telah diloloskan untuk bisa menjadi pendukung. Modusnya diduga dengan mencontreng formulir dukungan serta juga akan memalsukan tanda tangan pada kehadiran warga yang absen saat verifikasi secara faktual. Di sini Bajo pun menjelaskan bahwasanya pihaknya pun tidak akan membuat suatu keputusan untuk membuat dukungan yang fiktif karena ia pun sudah mempersiapkan Pilkada ini pun dari jauh-jauh hari.
Bajo tergerak juga telah berhasil untuk meloloskan dukungan karena ada permintaan dari atasannya agar Bajo lolos verifikasi faktual pada tempatnya bertugas. Atasannya pun kala itu sempat menawari uang dalam selembar amplop, akan tetapi dirinya pun menolak. “Ada sekitar 22 orang yang sudah berhasil saya loloskan saat itu,” kata si sumber yang minta namanya anonim karena khawatir apabila nantinya mendapat balasan hukum. Operasi Ilegal tersebut juga telah berlangsung ketika dalam sebuah Tahap Verifikasi Dana ilegal tersebut pun juga telah diduga berasal dari salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surakarta itu mengalir ke petugas pemilihan tingkat kelurahan hingga kecamatan.
Operasi yang dilaksanakan ini pun terkesan bagi-bagi duit menjelang tahap verifikasi faktual kepada panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) sempat terungkap dalam penyelidikan internal KPU Surakarta.Akan tetapi, dalam melaksanakan kasusnya pun juga tidak begitu jelas sampai saat ini. Lebih dari dua sumber Tirto di lingkungan penyelenggara Pilkada Solo menyebut bahwasanya terdapat beberapa nama dari Bambang Christanto sebagai seorang komisioner yang akan melakukan tips bagi-bagi sogokan kepada petugas pemilihan tingkat kecamatan hingga kelurahan.
Tujuannya disebut agar Bajo mampu untuk bisa lolos dari verifikasi faktual. Kesulitan Bajo mengumpulkan dukungan setidaknya tergambar dari sebuah data KPU Surakarta, yaitu 39,3 persen dari total 63.028 KTP yang sebelumnya telah disetor, akan tetapi tidak bisa untuk membantu memenuhi syarat saat tahap verifikasi faktual. Dalam Pilkada Solo, semula mungkin telah ada tiga bakal calon independen, namun disisi lain hanya Bajo yang lolos. Lawan Bajo yakni merupakan Gibran Rakabuming-Teguh Prakosa, putra Presiden Jokowi dan politikus gaek PDIP Solo.
Ada sebuah dugaan yang datang kepada Bajo saat dirinya diloloskan KPU agar tak ada kotak kosong dalam Pilkada Solo. Dalam tahap melakukan verifikasi tersebut, menurut dari seorang sumber yang sebelumnya telah ditawari uang dari Bambang, menyebut pola untuk bisa melakukan distribusi dana “3, 2, 1”. Artinya, pada Rp3 juta untuk panitia pemilihan kecamatan, Rp2 juta kepada para panitia pemilihan kelurahan, dan Rp 1 juta untuk seluruh verifikator.
Dalam uang yang akan digunakan untuk bisa melakukan sogokan tersebut juga sebelumnya telah melebihi honor mereka. Setingkat dengan ketua PPK per bulan yang sudah berhasil untuk mendapat honor sebesar Rp1.750.000, sedangkan untuk seluruh ketua PPS sebesar Rp900.000 dalam per bulan. Sumber tersebut juga telah menjelaskan, pada saat pembagian uang, ada kalanya Bambang langsung memberi kepada pihak PPS atau jatah PPS dititipkan PPK.
Pada suatu saat Bambang pun juga disebut menghitung uang yang akan dibagikan kepada PPK dan PPS di sebuah rumah makan di daerah Jebres, Surakarta. Tidak semua PPK, PPS, dan verifikator yang jumlahnya bisa mencapai hingga ratusan orang yang telah menerima atau juga telah diberi uang sogokan itu. Sebagian besar orang mungkin juga telah menolak dengan alasan untuk mereka bisa menjaga integritas atau tidak akan memperolehnya karena mereka tidak akan tahu bahwasanya ada “dana operasional” dari Bambang.