infogitu.com – Filep Wamafma, selaku Anggota Dewan Perwakilan Daerah atau DPD dari Papua, mengkritik bahwa draf revisi UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Kritikan tersebut menyebutkan bahwa pemerintahan pusat Indonesia berisiko menghilangkan kewenangan-kewenangan khusus yang dimiliki oleh DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua. Dimana telah ditetapkan di Undang-Undang sebelumnya, bahwa pemekaran hanya bisa dilakukan dan disetujui jika ada persetujuan dari Majelis Rakyat Papua dan DPR Papua.
Saat ini, draf yang berisikan revisi untuk Undang-Undang Otsus Papua, pemerintahan pusat bisa menetapkan suatu otonom baru ataupun penetapan tanpa kehadiran DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua. “Terkait perubahan untuk UU No.21 Tahun 2001, yang merupakan hak inisiatif dari pemerintahan pusat. Jika dibaca dalam RUU Otsus Papua, sesungguhnya pemerintahan Indonesia hanya ingin melemahkan atau bahkan berkeinginan untuk menghilangkan kewenangan-kewenangan terkait pemekaran dan perubahan UU Otsus tersebut,” kata Filep, yang kami lansir melalui sumber CNNIndonesia, pada Rabu, 20 Januari 2021 kemarin.
Bukan hanya itu saja, Filep juga menilai bahwasanya mekanisme dari pemekaran tersebut sebaiknya dipertahankan seperti proses sebelumnya, yakni membutuhkan persetujuan dari DPR Papua dan MRP Papua. Filep sangat yakin bahwa pemerintahan pusat Indonesia bisa membuka diri dan memulai dialog dengan masyarakat setempat untuk merevisikan Undang-Undang Otsus Papua. Dengan begitu, Revisi untuk UU Otsus Papua juga mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat dan pihak-pihak terkaitnya. Filep juga menegaskan bahwa seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pola pemerintahan menganut sikap desentralisasi. Yang artinya, ada kewenangan pada suatu daerah.
Tidak seperti di era Orde Baru, ketika konsep sentralisasi dijadikan pedoman dan tidak mementingkan anggota pemerintahan daerah ataupun majelis permasyarakatan di suatu daerah. Kala Orde Baru tersebut, sistem di Indonesia langsung diatur melalui pusat di Jakarta. Terlebih lagi jika terdapat Pasal 18B UUD yang menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia sangat mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah, baik yang bersifat khusus ataupun istimewa. “Pemerintahan pusat tidak boleh dan tidak diperkenankan melakukan keputusan-keputusan sepihak perubahan untuk UU Otsus Papua,” kata Filep.
Bukan hanya itu saja, Filep juga mengatakan bahwasanya konsep desentralisasi asimetris sebagaimana harusnya dianut oleh penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun, menurutnya, hingga saat ini pemerintahan pusat tidak memiliki grand design dalam menerapkan desentralisasi asimetris terhadap pemerintahan daerah. “Oleh sebab itu, yang paling bertanggung jawab untuk perubahan dan implementasi UU Otsus Papua adalah pemerintahan pusat. Dimana pemerintahan pusat seharusnya sudah menyiapkan grand design otonomi asimetris di daerah-daerah Indonesia yang dikategorikan sebagai otonomi daerah khusus,” kata Filep. “Bukan sebaliknya malah pemerintahan pusat menyalahkan pemerintahan daerah dan rakyat Papua,” sambungnya.
Revisi UU Otsus Papua, Di Antara Perpajakan Atau Penolakan
September 2020 lalu, Papua kembali di kondisi memanas. Seluruh masyarakat dan aktivis asal Papua turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi tentang otonomi khusus Papua, dimana otonomi tersebut akan berakhir di tahun 2020. Kais lalu menular ke beberapa daerah lainnya. Mahasiswa sudah melakukan desakan agar pemerintahan pusat dan DPR harus melibatkan DPD Papua dan Majelis Rakyat Papua untuk melakukan revisi mengenai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 mengenai Otsus bagi Provinsi Papua.
Atas permintaan atau lebih tepatnya desakan dari sejumlah aktivis dan mahasiswa asal Papua, kini UU tersebut sudah dimasukkan kedalam program legislasi nasional DPR 2021. Otsus Papua, adalah kewenangan khusus yang diakui langsung dan diberikan kepada Provinsi Papua. Termasuk dengan provinsi-provinsi pemekaran di Papua. Para pemerintahan daerah, telah diberikan wewenang untuk mengurus dan mengatur segala kepentingan masyarakat Papua dan sesuai dengan prakarsa berdasarkan atas aspirasi dan hak-hak dasar untuk masyarakat Papua.
Jika merujuk pada penetapan di Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, Otsus memiliki tujuan khusus guna meningkatkan tarif kehidupan, kemakmuran dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia, mewujudkan keadilan-keadilan atas penerimaan sumber daya alam, penegakan atas hak asasi manusia serta melakukan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar. Dilansir dari sumber CNNIndonesia, Otsus Papua akan segera berakhir di 2021. Namun, praktik yang terjadi di lapangan disebut-sebut tidak semanis dan tidak seindah yang tertera didalam Undang-Undang tersebut. Revisi UU Otsus Papua tanpa melibatkan DPD Papua dan Majelis Rakyat Papua dinilai tidak tepat karena mampu menghilangkan kewenangan-kewenangan pemerintahan daerah.