Infogitu.com – Seorang siswi non-Muslim diwajibkan mengenakan jilbab telah menjadi berita kontroversial se Indonesia. Awal berita ini ditunjukkan pada suatu video yang memperlihatkan percakapan antara orang tua murid dengan pihak staf SMKN 2 Padang. Staf SMKN 2 Padang menetapkan suatu aturan untuk mengenakan jilbab pada setiap hari Jumat. Video yang terpublikasikan pada Jumat, 23 Januari 2021 tersebut pun langsung viral dan menjadi perbincangan banyak orang.
Dalam video itu terdengar bahwa orang tua murid sedang menjelaskan bahwa ia dan anaknya bukanlah muslim alias non-Muslim, sehingga aturan wajib untuk mengenakan jilbab di setiap hari Jumat itu seharusnya dikecualikan untuk dirinya. Janggal bagi guru-guru dan pihak sekolah, anak tersebut dianggap tidak mematuhi aturan dari sekolahan. Menurut pihak sekolah, pada awal penerimaan masuk sekolah, orang tua dan anak sudah sepakat untuk mematuhi segala aturan yang terdapat di SMKN 2 Padang. Semakin viral dan memanas, KPAI pun menanggapi hal tersebut. Berikut adalah ulasan lengkapnya:
Tanggapan KPAI Atas Berita Kontroversial
Retno Listyarti, selaku Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, mengatakan bahwasanya pihaknya merasa prihatin atas kejadian tersebut dan menyayangkan sikap toleransi yang diambil oleh para guru-guru serta staf SMKN 2 Padang serta beberapa sekolah negeri lainnya.
“KPAI merasa prihatin dengan hadirnya berbagai kasus di beberapa sekolahan negeri terkait kehadiran toleransi dan kecenderungan tidak menghargai agama seseorang, sehingga berpotensi kuat untuk melanggar hak-hak anak,” ujar Retno, yang kami lansir dari sumber Kompas.com, pada Minggu, 24 Januari 2021.
Menurut Retno, sekolah negeri adalah sekolah dari pemerintahan, dimana siswanya bukan hanya mayoritas suatu agama saja melainkan beragam dan bersifat majemuk. Karena itu lah seharusnya sekolah negeri menyamai dan menghargai keberagaman pada suatu kaum, menerima perbedaan satu sama lain, serta menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.
Melanggar HAM
Mengenai kewajiban untuk menggunakan jilbab di lingkungan sekolah setiap hari Jumat, pihak SMKN 2 Padang membenarkan kebijakan tersebut. Bahwasanya setiap pelajar wanita harus mengenakan kerudung/berjilbab, walaupun peserta didiknya tidak semua beragama Islam. Rusmadi, selaku Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, menyampaikan bahwa semua siswi, baik untuk Muslim maupun non-Muslim selama ini belum ada yang melakukan penolakan atas penetapan aturan tersebut.
Terkait hal tersebut, Retno mengatakan bahwa tidak adanya pelajar maupun pihak wali kelas yang menolak bukan berarti kebijakan ataupun aturan di sekolah itu tidaklah melanggar ketentuan dari perundang-undangan yang nilainya lebih tinggi dan lebih akurat. “Aturan sekolah itu seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan harus juga menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, apalagi kan sekolah itu sekolah negeri. Melarang seluruh peserta didik untuk berjilbab jelas-jelas sudah melanggar HAM, namun memaksa peserta didik untuk mengenakan jilbab juga sudah melanggar HAM,” ujar Retno.
Permendikbud
Sementara itu, dalam penetapan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 berisikan tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan berarti bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi proses pembelajaran untuk seluruh pihak, khususnya untuk peserta didik yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta diperbolehkan untuk menghindari semua warga sekolah dari unsur-unsur maupun tindak kekerasan. “Permendikbud ini kan seharusnya digunakan sebagai suatu patokan, acuan, ataupun panduan dalam menangani kasus-kasus seperti yang terjadi di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat tersebut,” kata dia.
Rekomendasi Dari KPAI
Dari kejadian kontroversial terhadap sebuah kewajiban untuk menggunakan jilbab bagi pelajar Muslim maupun non-Muslim, Retno menyampaikan bahwasanya ada lima rekomendasi agar tidak terjadinya tindakan pemaksaan tersebut tidak kembali terulang. Salah satunya, pihak sekolah akan diduga kuat melanggar Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang HAM.
Ketentuan dari berbagai peraturan perundang-undangan tersebut bisa digunakan apabila pihak sekolah membuat suatu aturan yang bersifat diskriminatif, sehingga memaksakan suatu kaum minoritas. Bukan hanya itu saja, UU itu pun bisa digunakan atas aturan diskriminatif terhadap SARA, sehingga akan menyebabkan peserta didik merasa terintimidasi. KPAI berharap agar berita kontroversial tersebut tidak lah terulang di sekolah-sekolah negeri yang tersebar di seluruh Indonesia.